Selasa, 10 Maret 2009

Sistem Bagi Hasil

Sistem profit sharing sebetulnya sangat bagus sekali dari sudut pandang syariat. Karena sistem ini lebih adil daripada sistem bunga. Bahkan sistem bunga bisa digolongkan kedalam kategori riba yang sudah jelas hukumnya haram.

Tapi kenapa banyak kasus sistem bagi hasil yang bangkrut dan bahkan banyak investor yang mengaku tertipu? Ada dua sebab yang mungkin terjadi. Pertama adalah karena sesungguhnya pengusaha itu tidak menggunakan sistem bagi hasil yang benar. Dan yang kedua, bisa jadi perusahaan itu menggunakan sistem bagi hasil dengan benar, namun tidak pernah dengan fair menjelaskan resikonya pada konsumen sehingga konsumen merasa ditipu.

Maka yang pertama kali harus Anda lakukan sebelum memutuskan untuk berinvestasi atau tidak, adalah dengan mempelajari seperti apa itu sebetulnya sistem bagi hasil. Dari situ kita bisa menentukan apakah perusahaan itu benar-benar menjalankan sistem bagi hasil dan apakah dia cukup fair dalam menjelaskan, bukan cuma potensi keuntungannya tapi juga resiko yang mungkin terjadi.

Sistem bagi hasil sejatinya adalah suatu kerja sama antara dua pihak dalam menjalankan usaha. Pihak pertama yaitu pengusaha yang memberikan andil dalam keahlian, keterampilan, sarana dan waktu untuk mengelola usaha tersebut. Sedangkan pihak kedua yaitu pemodal (investor) yang memiliki andil dalam mendanai usaha itu agar dapat berjalan. Baik itu modal kerja saja atau modal secara keseluruhan.

Atas masing-masing andil itulah, kedua belah pihak berhak atas hasil usaha yang mereka kerjakan. Karena tidak ada yang dapat memastikan, berapa keuntungannya. Maka pembagian hasil usaha itu ditetapkan dalam bentuk prosenstase bagi hasil dari keuntungan yang didapat, bukan atas besarnya dana yang diinvestasikan.

Kapan keuntungan itu dibagikan tergantung dari perjanjian dan jenis usaha yang dijalankan. Pembagian keuntungan itu dilakukan setidaknya dalam satu siklus usaha. Jika usaha itu berupa pertanian, maka yang disebut sebagai satu siklus usaha adalah sejak menanam sampai panen. Jika usahanya terus-menerus dan sulit ditentukan akhirnya, biasanya disepakati setiap satu bulan atau satu tahun.

Namun tak ada juga yang dapat memastikan bahwa usaha itu akan selalu untung. Untung atau rugi, itu hal yang biasa dalam berusaha. Lalu bagaimana kalau usaha itu rugi? Karena untung dibagi bersama, maka kerugian pun dibagi bersama pula, itulah letak keadilan dari sistem bagi hasil.

Pemodal memiliki resiko kehilangan sebagian atau seluruh modalnya jika usahanya merugi. Sedangkan pengusaha menanggung rugi berupa kerja dan waktunya yang sama sekali tidak dibayar. Ingat, pengusaha tidak boleh mengambil gaji dari usaha itu. Ia hanya berhak atas pembagian untung. Jika pengusaha itu sudah mengambil sebagian modal untuk kebutuhan pribadinya (termasuk gaji), maka ia harus mengembalikannya ke pemodal. Begitu juga pengusaha tidak boleh menggunakan modal kerja yang diterimanya untuk dialihkan menjadi pembangunan sarana produksi.

Jika ada penawaran investasi yang mengaku menggunakan sisitem bagi hasil, namun tidak mengikuti kaidah-kaidah seperti di atas, yakinlah bahwa tawaran itu menyesatkan dan sebaiknya Anda jauhi saja.

Berikut ini, poin-poin yang harus diwaspadai sebelum Anda terlanjur tertarik untuk menginvestasikan usaha Anda pada investasi yang mengaku menggunakan sistem bagi hasil:

  • Menjanjikan tingkat keuntungan yang pasti atas nilai investasi
    Jika tawaran itu menjanjikan tingkat keuntungan yang pasti atas nilai investasi Anda, sudah jelas investasi itu tidak menggunakan pola bagi hasil. Karena bagi hasil memberikan pembagian keuntungan, yang belum dapat diketahui sampai usahanya selesai.

  • Tetap menjanjikan keuntungan walau usahanya merugi
    Ini lebih gawat lagi, jika investasi tetap menjanjikan pembagian keuntungan walau usahanya merugi, besar kemungkinan ini adalalah money game. Dari mana pengusaha akan membayar keuntungan kalau usahanya saja rugi, jangan-jangan dari modal yang masuk sesudah kita. Kalau itu benar, bisa jadi uang yang kita tanamkan tidak digunakan untuk usaha itu, tapi dijadikan pembayaran keuntungan untuk pemodal sebelum kita.

  • Jaminan modal kembali
    Jaminanan modal kembali juga bukan ciri-ciri usaha bagi hasil, karena sesungguhnya pemodal juga memiliki resiko jika usahanya merugi terus-menerus sampai habis modalnya.

  • Perbandingan prediksi dengan harga pasar
    Boleh-boleh saja jika pengusaha memberikan prospektus yang berupa prediksi keuntungan yang akan diperoleh, tapi sekali lagi itu cuma perkiraan, tidak boleh menjanjikan. Cek kembali angka-angka pada prospektus dengan harga pasar yang berlaku sekarang. Jika perbedaannya terlalu jauh, berarti prediksi itu terlalu mengada-ada. Buatlah prediksi sendiri dengan versi Anda agar dapat memperkirakan apakah usaha yang dijalankan bisa menguntungkan.

  • Pembukuan yang transparan
    Ini menjadi salah satu syarat utama dalam sistem bagi hasil. Bagaimana kita bisa tahu berapa keuntungan yang menjadi hak kita jika pembukuannya tidak transparan. Pengusaha harus memberikan laporan pada pemodal mengenai jalannya usaha secara berkala atau setidaknya setiap satu siklus usaha.

  • Keterbatasan penyerapan modal
    Kemampuan dan skala usaha yang dimiliki pengusaha pastilah terbatas. Oleh karena itu pengusaha yang menawarkan investasi harus juga dapat menghitung berapa batasan modal yang dapat diserapnya. Tanah yang dia miliki untuk menanam kan terbatas. Maka modal yang diperlukan juga menjadi terbatas. Tapi, kalau pengusaha terus-menerus menerima modal tanpa adanya batasan, itu berarti uang investor tidak dijadikan modal kerja, tapi digunakan untuk hal lain yang tidak sesuai dengan perjanjian.
  • RAGAM INVESTASI SYARIAH

    Menggunakan produk keuangan, di jaman seperti ini rasanya sudah tidak mungkin dihindari. Perbankan, selian sebagai digunakan untuk mmepermudah transaksi juga dapat digunakan sebagai sarana investasi. Asuransi juga sekarang memiliki peran sebagai alat investasi berbarengan dengan fungsi utamanya untuk memberikan proteksi.

    Tidak puas dengan hanya investasi di perbankan dan asuransi, masyarakat juga mulai banyak melirik reksa dana sebagai alternatif yang memberikan hasil lebih baik. Pendeknya, produk keuangan sekarang bukan lagi suatu hal yang baru. Malah sudah menjadi suatu kebutuhan untuk hampir semua orang.

    Lalu bagaimana dengan banyaknya produk keuangan yang ternyata “rawan” sekali mengandung unsur-unsur yang tidak halal? Perbankan misalnya, tentunya sangat kental sekali dengan unsur bunga yang bisa dikategorikan sebagai riba. Belum lagi dengan asuransi. Sudah banyak dipahami bahwa asuransi sering diasosiasokan dengan judi atau maysir dan gharar atau ketidakjelasan. Dan kalau ditelisik lebih jauh lagi, ternyata asuransi juga tidak terlepas dari praktek riba karena memiliki unsur investasi yang berbunga. Begitu juga dengan reksa dana, walaupun secara sederhana reksa dana dapat dianalogikan seperti kegiatan bagi hasil diantara para investor dengan manajer investasinya, tapi alokasi investasinya rupanya juga tidak terhindar dari unsur riba. Lalu bagaimana masyarakat muslim akan memanfaatkan produk keuangan untuk kebaikan mereka kalau ternyata banyak sekali ditemukan unsur yang tidak halal dalam berbagai produk keuangan tersebut?

    Perbankan Syariah

    Sebenarnya umat muslim tidak perlu khawatir, karena jauh sebelum MUI secara resmi memfatwakan bahwa bunga bank itu haram, sudah ada alternatif untuk ummat Islam. Sejak 12 tahun yang lalu, bank syariah pertama di Indonesia sudah beroperasi tanpa menggunakan bunga. Dan kini sudah ada 3 bank umum syariah dan lebih dari 10 bank konvensional yang buka cabang khusus syariah.

    Tabel berikut ini adalah daftar bank syariah yang bisa digunakan oleh umat Islam tanpa harus was-was dengan riba.

    Bank Umum Syariah Unit Usaha Syariah
    Bank Muamalat Indonesia
    Bank Syariah Mandiri
    Bank Syariah Indonesia
    BNI Syariah
    BRI Syariah
    BII Syariah Platinum
    Bank Bukopin Syariah
    Bank IFI Syariah
    Bank Danamon Syariah
    Bank Jabar Syariah
    Bank DKI Syariah
    HSBC Syariah

    Lalu apa bedanya antara bank syariah dan bank konvensional yang selama ini sudah dikenal? Yang paling jelas, adalah tidak adanya bunga pada bank syariah. Nasabah yang menabung di bank syariah tidak akan diberikan keuntungan bunga melainkan berupa bagi hasil.

    Bagi hasil tentu saja berbeda dengan bunga. Pada sistem bunga, nasabah akan mendapatkan hasil yang sudah pasti berupa prosentase tertentu dari saldo yang disimpannya di bank tersebut. Berapapun keuntungan usaha pihak bank, nasabah akan mendapatkan hasil yang sudah pasti.

    Sedangkan pada sistem bagi hasil, tidak seperti itu. Bagi hasil dihitung dari hasil usaha pihak bank dalam mengelola uang nasabah. Bank dan nasabah membuat perjanjian bagi hasil berupa prosentase tertentu untuk nasabah dan untuk bank, perbandingan ini disebut nisbah. Misalnya, 60% keuntungan untuk nasabah dan 40% keuntungan untuk bank.

    Dengan sistem ini, nasabah dan bank memang tidak bisa mengetahui berapa hasil yang pastinya akan mereka terima. Karena bagi hasil baru akan dibagikan kalau hasil usahanya sudah bisa ditentukan pada akhir periode. Tapi dengan sistem bagi hasil, nasabah dan bank akan membagi keuntungan secara lebih adil daripada sistem bunga. Karena kedua belah pihak selalu membagi adil sesuai nisbah berapapun hasilnya.

    Asuransi Syariah

    Lalu bagaimana dengan asuransi? Masyarakat muslim sekarang sangat memerlukan asuransi untuk melindungi harta dan keluarga mereka dari akibat musibah. Sebuah keluarga yang hanya mengandalkan pemasukan dari kepala keluarga saja tentunya akan sangat terganggu sekali kondisi keuangannya kalau suatu musibah terjadi padanya. Anak dan istri yang ditinggalkan belum tentu dapat memenuhi sendiri kebutuhan hidupnya sementara lembaga amil zakat belum bisa secara optimal dan menyeluruh berperan sebagai solusi.

    Bukan cuma resiko musibah terhadap jiwa, asuransi juga sangat dibutuhkan oleh sektor usaha. Usaha yang sudah maju dan menguntungkan mungkin bisa bangkrut dalam seketika ketika kebakaran melanda tempat usahanya.

    Keluarga yang terlantar ditinggal pemberi nafkah, dan usaha yang bangkrut karena kebakaran sebenarnya tak perlu terjadi kalau saja ada perlindungan dari asuransi. Asuransi memang tidak bisa mencegah musibah, tapi setidaknya bisa menanggulangi akibat keuangan yang terjadi.

    Lalu bagaimana umat Islam bisa menggunakan asuransi kalau ternyata produk asuransi mengandung banyak unsur ketidakhalalan?

    Walau belum terlalu banyak dikenal seperti halnya bank syariah, jumlah perusahaan asuransi syariah tidak kalah banyak dengan bank syariah. Saat ini saja sudah ada 2 perusahaan asuransi murni syariah dan sekitar 10 perusahaan asuransi konvensional yang punya cabang khusus syariah.

    Berikut ini adalah daftar perusahaan asuransi syariah dan perusahaan asuransi konvensional yang punya cabang khusus syariah.

    Asuransi Syariah Asuransi Konvensional
    Dengan Cabang Khusus Syariah
    Asuransi Takaful Keluarga
    Asuransi Takaful Umum
    Asuransi Mubarokah
    Asuransi Great Eastern
    Asuransi Bumiputera
    Asuransi Bringin Jiwa Sejahtera
    Asuransi BSAM Syariah
    Asuransi Tripakarta
    MAA Life
    MAA General
    Asuransi Jasindo
    Asuransi Binagriya
    Asuransi Bumida

    Perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional mungkin tidak terlalu kentara, karena secara teknis prosedur hampir mirip dengan asuransi konvesnional. Tapi ada satu hal mendasar yang membedakannya yaitu perjanjian transaksinya.

    Pada asuransi konvensional, nasabah membeli perlindungan atau jaminan dari perusahaan asuransi. Sedangkan pada asuransi syariah, perjanjiannya adalah para nasabah mengikat diri dalam suatu komunitas dan saling menanggung jika terjadi musibah.

    Tentu saja perjanjian yang berbeda ini akan menimbulkan konsekuensi yang berbeda pula. Diantaranya adalah masalah kepemilikan uang premi. Pada asuransi konvensional, karena transaksinya adalah jual beli maka premi yang sudah dibayarkan sepenuhnya menjadi milik perusahaan asuransi.

    Sedangkan pada asuransi syariah, premi yang dibayar nasabah tetap menjadi milik nasabah yang diamanahkan kepada perusahaan asuransi syariah untuk dikelola dan dikembangkan dananya.

    Permasalahan asuransi tidak berhenti hanya pada transaksinya, melainkan juga pada investasinya. Karena sebagian besar asuransi yang dibeli masyarakat justru yang asuransi yang mengandung investasi (asuransi dwiguna). Selama ini, asuransi konvensional menginvetasikan dana yang didapatnya tanpa mempertimbangkan lagi faktor halal-haram. Tentunya ini menjadikan uang hasil investasi yang diterima nasabah juga menjadi tidak terjaga kehalalannya.

    Ini juga yang menjadi salah satu perbedaan lagi dari asuransi syariah. Investasi pada asuransi syariah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah yang memastikan bahwa semua mekanisme asuransi dan alokasi investasinya tidak bertentangan dengan hukum syariah.

    Reksa Dana Syariah

    Dan berbicara masalah investasi, ada satu lagi produk investasi yang sudah menyesuaikan diri dengan aturan-aturan syariah yaitu reksa dana. Produk investasi ini bisa menjadi alternatif yang baik untuk menggantikan produk perbankan yang pada saat ini dirasakan memberikan hasil yang relatif kecil.

    Mekanisme investasi reksa dana sebenarnya mirip dengan investasi bagi hasil. Para investor dan manajer investasi “patungan” untuk melakukan investasi kedalam berbagai produk investasi yang memerlukan modal yang besar. Sedangkan keputusan untuk melakukan investasinya dipegang sepenuhnya oleh manajer investasi yang lebih ahli dan berpengalaman. Selanjutnya, hasil keuntungan investasi tersebut dibagihasilkan diantara para investor dan manajer investasi sesuai dengan proporsi modal yang dimiliki.

    Mekanisme bagi hasilnya memang sesuai dengan aturan syariah, namun yang jadi masalah adalah langkah investasi yang dilakukan manajer investasi dilakukan dengan bebas tanpa batasan aturan syariah. Untuk itulah diciptakan produk reksa dana syariah dimana keputusan investasi yang dilakukan oleh manajer investasi dilakukan dalam batasan-batasan rambu syariah. Dengan cara ini, hasil investasi yang dibagikan kepada para investor menjadi bersih dari riba dan unsur yang tidak halal lainnya. Walaupun produk reksa dana syariah masih terbatas jumlahnya, namun bisa menjadi alternatif yang baik bagi umat muslim yang ingin mendapatkan hasil investasi yang halal.

    Nama Reksa Dana Manager Investasi
    Pengelola Reksa Dana
    Danareksa Syariah Berimbang
    Dana PNM Syariah
    Rifan Syariah
    Batasa Syariah
    Danareksa
    Permodalan Nasional Madani (PNM)
    Rifan Financindo
    Batasa Capital

    PEMBELAJARAN BERINVESTASI

    epertinya kata baru yang popular di tahun 1997-1998 dan kita harapkan untuk tidak lagi kita ucapkan harus kembali terdengar. Krismon, kata yang paling popular diucapkan di tahun tersebut saat ini kembali ada di tengah masyarakat. Walaupun banyak pengamat ekonomi berkata bahwa situasi saat ini berbeda dengan saat 10 tahun lalu, tapi kekuatiran seseorang tetap sama yaitu bagaimana dengan investasiku?

    Beberapa klien yang saya tangani sudah mulai menelepon, beberapa bertanya apa yang harus dilakukan menghadapi situasi ini? Bagaimana dengan investasinya yang sedang berjalan? Apa yang akan terjadi dengan investasinya yang turun?

    Panik?

    Salah satu himbauan yang paling sering dikeluarkan saat ini adalah jangan panik.Kata ini menjadi kata ajaib yang sangat sering diucapkan mulai dari Customer Serive bank sampai dengan Presiden kita. Banyak alasan yang bisa menjadikan orang menjadi panik, dan tentunya banyak juga alasan yang bisa dikeluarkan untuk mengcounter hal tersebut. Sebagai seorang perencana keuangan kata ini juga yang saya keluarkan kepada beberapa klien yang bingung harus berbuat apa terhadap investasi mereka.Tapi tentu saja pernyataan ini keluar bukan tanpa alasan.

    Setiap klien yang kami tangani telah memiliki tujuan dalam berinvestasi, dan tentunya pemilihan portofolio produk investasi sangat ditentukan oleh tujuan keuangan mereka. Kalau kita telah mengatur portofolio dengan baik, seharusnya kita tidak perlu panik dengan keadaan ini. Alasan saya sederhana saja, saat ini investasi yang sedang rontok adalah investasi dengan risiko tinggi dan hasil tinggi contohnya saja saham dan reksadana saham. Dalam suatu portofolio investasi, biasanya produk ini adalah produk untuk tujuan jangka panjang, artinya kita membutuhkan hasil investasinya masih dalam jangka waktu yang lama katakanlah 10 tahun ke depan. Jadi kalau memang dibutuhkannya masih lama kenapa harus kita panik dengan keadaan sekarang ? takut rugi ? toh Anda tidak akan rugi kalau Anda tidak merealisasikan kerugiannya saat ini (saham dijual atau reksadana di redemt). Jadi kalau portofolio investasi kita sudah benar yaitu produk risiko tinggi untuk jangka panjang, saat ini seharusnya kita gembira karena dengan jumlah investasi yang sama kita mendapatkan unit penyertaan atau lembar saham yang lebih besar. Namun bagaimana dengan investasi risiko rendah dan menengah kita ? nah ini baru yang menjadi masalah. Karena kita akan membutuhkan hasil investasi kita lebih cepat daripada produk investasi jangka panjang, maka kita perlu panik dengan investasi kita. Tapi sepertinya pemerintah sudah mengantisipasinya dengan benar tuh. Produk investasi jangka menengah dan pendek disesuaikan imbal hasilnya dengan maksud agar hasil investasinya tidak tergerus oleh krisis. Suku simpanan jangka pendek dinaikkan, obligasi dikeluarkan dengan bunga bersaing jadi kenapa harus panik?

    Tenang, Rasional dan Jernih

    Presiden SBY dalam salah satu pidatonya menyebutkan rakyat harus tetap Tenang, Rasional dan Jernih. Saya coba menelaah ke tiga kata tersebut dalam konteks investasi sebagai bagian dari perencanaan keuangan

    1. Tenang

    Bila kitta telah berinvestasi secara benar yaitu menjadikan produk investasi seperti saham, reksadana atau apapun itu hanya sebagai sarana dan bukan sebagai tujuan, maka seharusnya kita tetap tenang. Ibarat kendaraan, saat ini kendaraan kita mungkin sedang bermasalah karena pengaruh dari luar. Memang perjalanan kita mencapai tujuan menjadi sedikit terhampat, tapi bukan berarti tidak akan tercapai kan. Kalau tujuan itu masih jauh, hambatan ini bisa kita gunakan untuk melakukan evaluasi guna mencapai tujuan. Misalnya kalau dulu Anda tidak bisa membeli saham bluechip karena harganya sangat tinggi, maka inilah saatnya. Atau dahulu Anda hanya bisa bermimpi untuk memiliki unit penyertaan salah satu Reksadana unggulan karena NAB-nya terlalu tinggi, maka saat ini hal itu bisa diwujudkan. Jadi tetaplah tenang, ambil dampak baik dari krisis ini.

    2. Rasional

    Kata ini mungkin cukup membingungkan, apa hubungannya rasional dengan investasi saya? Begini, kita memang layak untuk was-was pada perkembangan investasi kita. Bayangkan dahulu saat berinvestasi kita harus mengeluarkan A rupiah ternyata akibat krisis investasi kita tinggal separohnya. Supaya tidak tambah turun, maka investasi itu harus ditarik. Ini benar bila kita salah meletakkan dan memilih produk investasi. Kalau Anda berinvestasi di produk dengan hasil tinggi dan risiko tinggi untuk tujuan jangka pendek, maka mau tidak mau ini yang harus Anda lakukan. Tapi bila Anda sudah berinvestasi benar yaitu berinvestasi untuk jangka panjang di produk yang berisiko tinggi dan hasil tinggi, maka ini hanya sebagian kecil gejolak yang pasti akan terjadi dalam perjalanan panjang investasi kita. Tidak harus kita tarik investasi kita karena toh kita belum membutuhkannya, kalau ada yang melakukan itu mungkin mereka telah salah mengambil produk, atau mereka bukan investor tapi trader yang memang pekerjaannya mendapatkan untung sesaat. Jadi kita harus rasional, fokus pada tujuan yang ingin dicapai dan jangan terpengaruh pada mereka yang telah salah atau trader.

    3. Jernih

    Untuk apa kita berinvestasi? Berapa lama tujuan kita? Apakah memang kita butuh untuk mengambil uangnya saat ini? Mungkin pertanyaan ini harus kita tanyakan sebelum kita lebih jauh bertindak. Tujuan kita untuk pensiun,masih 10 tahun ke depan, dan saya tidak butuh dananya saat ini; lagi pula krisis ini bukan karena masalah di produk investasi saya, jadi kenapa harus dilepas? Takut rugi? Tentu saja Anda akan benar-benar rugi bila Anda menarik investasi Anda.namun bila tidak investasi Andatetap jalan. Tidak bisa kembali ke harga asal ? ingat kembali Anda berinvestasi di produk yang memberikan imbal hasil tinggi jadi tidak sulit untuk produk itu kembali ke posisi awal dalam 10 tahun ke depan. Jadi saran saya jernihkan pikiran sebelum kita ambil keputusan. Jangan sampai kita hanya menjadi permainan para spekulan yang mengambil keuntungan dari ketidak tahuan kita.

    Kalo bisa empat, kenapa harus satu?

    Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok pasca kenaikan harga BBM nampaknya sudah bukan hal yang aneh lagi. Bahkan sebelum harga BBM resmi naik, harga-harga sudah mulai naik mendahului. Tentu saja hal ini membawa konsekuensi yang tidak sedikit pada anggaran rumah tangga setiap orang. Otomatis pengeluaran akan bertambah, sementara penghasilan....? nampaknya diam di tempat tak bergerak.

    Lalu bagaimana mengatasinya? Dalam keadaan defisit, selalu ada dua jalan keluar. Cara pertama yaitu dengan mengurangi pengeluaran atau melakukan penghematan, dan cara kedua yaitu dengan menambah penghasilannya. Atau jika keduanya dilakukan sekaligus akan lebih baik lagi.

    Berhemat adalah cara yang cukup efektif dalam jangka pendek. Tapi hemat juga ada batasnya, lagipula kenaikan harga ini sepertinya bukan cuma sekali. Maka solusi untuk jangka panjang lebih tepat adalah dengan menambah penghasilan agar tidak lebih besar pasak dari pada tiang.

    Menambah penghasilan bukan cuma berarti meminta kenaikan gaji pada atasan, atau mencari pekerjaan baru yang lebih menjanjikan. Itu memang bisa dilakukan, tapi tidak selalu berhasil pada setiap orang. Kalau menambah penghasilan dari sumber yang sudah ada sekarang dirasa sulit, maka mau tidak mau Anda harus mencari sumber pemasukan yang lain sebagai tambahan.

    Pada dasarnya, ada banyak sumber untuk mendapatkan penghasilan. Dan yang paling populer sekarang ini adalah dengan membagi sumber pemasukan menjadi 4 kelompok. Yaitu sumber pemasukan yang berasal dari bekerja sebagai Karyawan, menjadi Pekerja Mandiri, Pemilik Usaha, atau sebagai Investor. Biasanya sumber pemasukan ini dibagi kedalam kuadran (bidang empat) dan populer dengan sebutan cash flow quadrant.

    1. Bekerja Sebagai Karyawan
      Ini adalah sumber penghasilan yang paling populer dan banyak dilakukan oleh sebagian besar masyarakat kita. Yaitu dengan menjadi karyawan yang bekerja baik itu di pabrik, perusahaan, pemerintah, maupun usaha kecil. Seorang karyawan mendapatkan penghasilan dari pekerjaannya berupa gaji yang jumlahnya tetap dan pasti. Inilah yang bagi sebagian orang menjadi faktor utama dipilihnya jalur menjadi karyawan sebagai sumber penghasilan. Selain itu, dengan menjadi karyawan juga bisa mendapatkan keamanan dan jaminan masa depan. Misalnya dengan adanya jaminan tunjangan asuransi kesehatan dan pensiun. Biasanya seorang karyawan memiliki jam kerja yang tetap setiap hari, kecuali untuk karyawan pabrik yang punya jadwal shift. Sehingga sulit rasanya untuk bisa menjadikan karyawan sebagai penghasilan tambahan jika sekarang ini sudah bekerja sebagai karyawan di perusahaan lain. Tapi kalau sekarang Anda bukan karyawan, maka tidak ada salahnya untuk menjadi karyawan sebagai side job Anda dan mendapatkan penghasilan tambahan berupa gaji bulanan.

    2. Pekerja Mandiri
      Tidak semua orang bisa menjadi pekerja mandiri. Karena ada satu syarat mutlak untuk menjadi pekerja mandiri, yaitu keahlian khusus. Karena menjadi pekerja mandiri adalah menjual keahlian Anda pada orang lain secara freelance. Contoh dari pekerja mandiri adalah seorang dokter yang membuka praktek di rumahnya, pengacara yang menerima tugas mendampingi kliennya, seorang tukang jahit atau katering yang menerima pesanan konsumennya. Seorang pekerja mandiri tidak mendapatkan gaji bulanan seperti halnya karyawan, melainkan mendapatkan honor atau fee langsung dari konsumennya atas jasa yang dilakukannya. Jika Anda memiliki keahlian khusus yang bisa diandalkan, maka menjadi pekerja mandiri nampaknya bisa dijadikan sebagai sumber penghasilan tambahan. Mungkin selain bekerja sebagai karyawan sekarang ini, Anda bisa juga tetap menerima pesanan kue atau jahitan di luar jam kantor. Atau mungkin menerima panggilan reparasi alat elektronik di malam hari atau hari libur sehingga tidak mengganggu pekerjaan utama.

    3. Pemilik Usaha
      Kalau karyawan adalah profesi yang paling populer dan banyak dilakukan orang, maka menjadi pemilik usaha adalah profesi yang paling banyak diinginkan orang, apapun profesinya sekarang. Percaya atau tidak, sebuah survey pernah membuktikan bahwa mayoritas responden mengatakan ingin menjadi pengusaha walaupun mereka pada saat itu kebanyakan bekerja sebagai karyawan swasta atau PNS. Yang dimaksud dengan menjadi pemilik usaha adalah mengandalkan pemasukan terutama dari hasil usaha berupa prive atau deviden, bukan dari gaji bulanan. Kalau Anda sekarang masih menjadi pimpinan di perusahaan Anda sendiri dan menerima gaji rutin setiap bulan, itu artinya Anda masih bisa dikatakan sebagai karyawan. Walaupun Anda pemilik usaha tersebut, tapi penghasilan Anda bukan sebagai pemilik usaha melainkan sebagai karyawan. Pemilik usaha yang saya maksud disini adalah seseorang yang sumber penghasilannya dari usaha yang ia miliki, bukan dari pekerjaan yang ia lakukan. Biasanya, pemilik usaha bisa memiliki banyak waktu luang karena ia hanya perlu mengontorol usahanya sewaktu-waktu saja. Ia masih punya banyak waktu luang untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan cara lain seperti bekerja sebagai karyawan di tempat lain atau menjual keahlian yang dimilikinya. Atau kalau Anda sekarang ini sebagai karyawan dan kebingungan bagaimana caranya mengembangkan dana yang dimiliki sedangkan perbankan tidak bisa menjanjikan hasil yang optimal. Bisa saja Anda membuka warung atau memodali seseorang untuk membuka usaha, lalu Anda tinggal mengontrol dan menikmati keuntungannya saja. Membuka lapangan kerja sekaligus menambah penghasilan keluarga. Dan yang populer juga sekarang ini adalah dengan usaha pemasaran langsung atau MLM, walaupun tidak membuka lapangan kerja baru, tapi bisa menambah penghasilan yang cukup lumayan.

    4. Investor
      Ketiga sumber pemasukan di awal tadi membutuhkan banyak aktivitas fisik. Karyawan “menjual” jam kerjanya dengan gaji bulanan, begitu juga pekerja mandiri yang walaupun lebih fleksibel namun tetap saja mengandalkan aktivitas fisik untuk mendapat penghasilannya. Sedangkan pemilik usaha biasanya juga harus bekerja dulu di awalnya sebelum bisa menyerahkan pengelolaan usahanya pada orang lain. Tapi investor beda, investor lebih banyak mengandalkan kekuatan modal dan strategi dalam mengelola dan mengembangkan dana yang dimilikinya. Investor mendapatkan penghasilan tidak dari gaji bulanan, klien yang menyewa jasanya, atau konsumen yang membeli dagangannya. Ia mendapatkan penghasilan dari mengembangkan dana yang dimilikinya baik itu berupa bunga, bagi hasil, capital gain dan sebagainya. Investasi adalah sumber penghasilan tambahan yang bisa dilakukan siapa saja selama ada uang di tangannya. Karena berinevstasi tidak menyita banyak waktu dan bisa dilakukan sambil bekerja. Sementara masalah keahlian mengatur strategi bisa dikerjakan oleh sang ahli yang dibayar berdasarkan keuntungan yang didapat atau berdasarkan aset yang dikelola.
    Tapi pertanyaannya sekarang adalah, bisakah seseorang memiliki keempat sumber penghasilan ini sekaligus?

    Jawabnya, kenapa tidak? Sebagai seorang karyawan yang saat ini mengandalkan gaji bulanan, Anda bisa saja menjual keahlian yang dimiliki di luar jam kantor, dan menyisihkan sebagian penghasilan Anda selama ini untuk membuka usaha dan berinvestasi. Dengan cara ini Anda bisa memiliki 4 sumber penghasilan sekaligus.

    Keahlian apa yang bisa Anda jual, usaha apa yang cocok untuk Anda, dimana investasi yang menguntungkan. Itu urusan belakangan. Yang penting sekarang adalah jangan menutup diri Anda terhadap kemungkinan memiliki berbagai sumber penghasilan (multi source of income).

    Jangan lekas puas dan berhenti berusaha hanya karena sudah bisa bekerja sementara masih banyak orang yang menganggur, karena bekerja bukan jaminan bisa mencukupi kebutuhan hidup. Jangan juga lekas puas dan berhenti berusaha hanya karena sudah bisa memiliki usaha yang tidak banyak orang bisa melakukannya, karena usaha terkadang bisa naik dan sebaliknya juga bisa turun. Dan jangan pula lekas puas hanya karena punya investasi dimana-mana, karena tak selamanya investasi itu aman dan menguntungkan.

    Namun milikilah sebanyak-banyaknya sumber penghasilan. Karena kalau yang satu turun, masih bisa mengandalkan yang lainnya. Kalau yang satu gagal, masih ada cadangan untuk menutupinya. Kalau bisa memiliki empat sumber penghasilan sekaligus, kenapa cuma punya satu?

    LANGKAH-LANGKAH MENGANTISIPASI RISIKO

    Risiko adalah segala hal yang bisa terjadi pada diri manusia yang tidak diinginkan untuk terjadi. Setiap manusia memiliki risiko atas apa pun yang dia lakukan. Selain itu, hidup manusia sendiri juga mengandung banyak risiko.

    Ada beberapa risiko yang bisa dihindari, dan ada beberapa risiko yang tidak bisa dihindari. Contoh dari risiko yang bisa dihindari adalah risiko kecelakaan atau risiko kecurian. Sedangkan contoh dari risiko yang tidak bisa dihindari adalah risiko kematian.

    Efek dari risiko sering kali menimbulkan kerugian yang cukup besar. Entah kerugian dari sisi psikologis, maupun kerugian dari sisi keuangan. Kalau rumah Anda mengalami musibah kebakaran, maka Anda akan mengalami kerugian keuangan yang besarnya setara dengan nilai rumah Anda pada saat kebakaran itu terjadi. Karena itu, penting sekali bagi Anda untuk mengantisipasi setiap risiko yang mungkin terjadi pada diri Anda.


    TAK MESTI ASURANSI

    Mendengar kata antisipasi risiko, pikiran Anda mungkin langsung terbawa ke istilah "asuransi". Dalam ilmu perencanaan keuangan, maksud dari asuransi adalah untuk melindungi (memproteksi) Anda dari kerugian keuangan yang mungkin timbul dari terjadinya suatu risiko. Sebagai contoh, Anda mungkin tidak bisa menghindar dari risiko kecelakaan pada diri Anda, tetapi Anda bisa memproteksi diri Anda dari kerugian keuangan yang mungkin timbul dari terjadinya kecelakaan tersebut.

    Apakah semua risiko yang bisa terjadi pada Anda perlu diasuransikan? Jawabnya tidak. Sebagai contoh, sepatu yang sering Anda pakai punya kemungkinan untuk hilang dicuri. Tapi apa iya Anda akan mengasuransikan sepatu Anda? Besar kemungkinan tidak. Kenapa? Ini karena apabila sepatu Anda hilang, jumlah kerugian Anda mungkin tidak seberapa.

    Lain halnya bila rumah Anda mengalami kebakaran, maka kerugian keuangan yang mungkin timbul bisa besar sekali. Itu sebabnya, Anda perlu mengambil asuransi kebakaran untuk rumah Anda.

    Pilihan untuk mengantisipasi risiko-risiko tersebut, disebut dengan Manajemen Risiko. Untuk mudahnya, saya sebut saja ini sebagai antisipasi risiko. Dalam tulisan kali ini, saya akan menunjukkan bagaimana Anda bisa mengantisipasi risiko-risiko yang bisa terjadi pada diri Anda.


    BERBAGAI PILIHAN

    Kerugian keuangan bisa terjadi bila Anda mengalami kematian, kecelakaan, sakit, atau bila barang milik Anda hilang atau rusak. Kadang-kadang, kerugian keuangan juga bisa terjadi bila Anda mengalami tuntutan hukum dari pihak ketiga, semisal saat Anda menabrak orang lain hingga terluka dan Anda diharuskan untuk mengganti semua biaya pengobatannya.

    Sekarang, pilihan-pilihan apa saja yang tersedia bagi Anda untuk mengantisipasi risiko? Kita anggap saja Anda diharuskan oleh bos Anda (atau siapa saja) untuk membawa sebuah paket dengan memakai kendaraan, dari kota A ke kota B. Namun demikian, keadaan jalanan yang ramai membuat Anda terancam mengalami risiko kecelakaan. Karena itu, ada sejumlah pilihan bagi Anda untuk mengantisipasi risiko tersebut:

    1. Menghindari Rrisiko. Anda bisa menghindar dari risiko kecelakaan tersebut. Caranya, jangan menyetir. Tetapi konsekuensinya, paket Anda tidak akan terkirim.

    2. Menghadapi Risiko. Anda bisa menyetir dan membawa paket tersebut seperti biasa tanpa perlu berhati-hati, dan Anda menerima konsekuensinya apabila risiko kecelakaan tersebut benar terjadi.

    3. Mengurangi Risiko. Anda menyetir dan membawa paket tersebut, tetapi berhati-hati dalam menyetir. Dengan demikian, risiko kecelakaan dapat dikurangi.

    4. Membagi Risiko. Paket yang harus Anda bawa dibagi dua dengan teman Anda. Dia membawa sebagian paket tersebut dalam kendaraan yang berbeda, begitu juga Anda.

    5. Transfer Risiko. Anda minta kepada teman Anda yang membawakan seluruh paket tersebut.

    Nah, sekarang kita coba praktekkan teori antisipasi risiko tersebut. Kita misalkan saja Anda ingin membeli rumah, tapi seperti rumah yang lain pada umumnya, rumah yang akan Anda beli memiliki risiko kebakaran. Untuk mengantisipasinya, maka pilihan-pilihan yang tersedia bagi Anda adalah:

    1. Mengontrak rumah saja, tidak usah membeli (menghindari risiko).

    2. Membeli rumah, dan menghadapi saja risiko tersebut, di mana Anda berharap agar risiko kebakaran tersebut tidak usah terjadi (menghadapi risiko).

    3. Menyediakan tabung pemadam kebakaran di rumah Anda (mengurangi risiko).

    4. Menyerahkan sebagian kerugian pada pihak lain apabila rumah Anda mengalami kebakaran (bagi risiko).

    5. Menyerahkan seluruh kerugian pada pihak lain apabila rumah Anda mengalami kebakaran (transfer risiko).
    Pilihan keempat dan kelima diatas itulah yang kita kenal dengan asuransi. Artinya, asuransi bisa menjadi pihak yang Anda serahi kerugian apabila Anda mengalami suatu risiko.


    MENGAMBIL KEPUTUSAN

    Setelah Anda mengetahui pilihan-pilihan apa saja yang tersedia bagi Anda untuk mengantisipasi risiko, maka langkah Anda selanjutnya adalah dengan menulis risiko-risiko apa saja yang mungkin terjadi pada Anda, serta pilihan apa yang akan Anda gunakan untuk mengantisipasinya. Di bawah ini adalah langkah-langkahnya:

    1. Kenali risiko Anda

    2. Evaluasi akibatnya apabila risiko itu terjadi.

    3. Ambil keputusan tentang pilihan apa yang akan Anda gunakan untuk mengantisipasi risiko tersebut
    Sebagai contoh, risiko yang mungkin terjadi pada diri Anda adalah kematian, kecelakaan, sakit, musibah atas kendaraan, musibah atas mobil, PHK, dan tidak bisa bekerja. Karena itu, langkah-langkahnya adalah:
    1. Kenali risiko Anda: Kematian.

    2. Evaluasi akibatnya: Biaya hidup keluarga yang Anda tinggalkan tidak akan terbayar.

    3. Ambil keputusan:

      1. Menghindari Risiko: Dalam hal ini tidak mungkin menghindari risiko kematian.

      2. Menghadapi Risiko: Bisa saja, dengan konsekuensi bahwa biaya hidup keluarga tidak akan terbayar

      3. Mengurangi Risiko: Risiko kematian tidak bisa dikurangi

      4. Bagi risiko: Menyerahkan sebagian pembiayaan hidup keluarga Anda pada pihak lain apabila Anda meninggal dunia

      5. Transfer risiko: Menyerahkan seluruh pembiayaan hidup keluarga Anda pada pihak lain apabila Anda meninggal dunia.
    Terserah pada Anda, putusan mana yang hendak diambil. Setelah Anda mengambil keputusan untuk satu risiko, maka ulangi langkah tersebut untuk risiko yang berikutnya (semisal kecelakaan). Begitu seterusnya. Maka sekarang Anda sudah memiliki program antisipasi risiko untuk keluarga Anda.

    BISNIS PEMASARAN JARINGAN

    Tertarikkah Anda memiliki sebuah bisnis yang bermodal kecil? Sudah modalnya kecil, risikonya juga kecil. Anda bisa melakukan bisnis ini di mana pun Anda berada, kapan pun Anda menginginkannya, dan ­ yang paling enak - ada konsultan yang akan memberikan saran-saran yang Anda butuhkan agar Anda bisa berhasil di bisnis tersebut.

    Bila selama ini Anda selalu punya keinginan untuk memiliki bisnis sendiri, mungkin bisnis seperti itulah Anda butuhkan. Mungkin Anda terperangah. Apa iya bisnis semacam itu? Ada dong. Malah, banyak sekali orang yang sudah berbondong-bondong menjalankan bisnis ini, yang ­ ketika pada awalnya umumnya dilakukan secara sampingan, sebelum akhirnya - dilakukan secara full time.

    Tertarik? Simak lebih lanjut.


    GAMBARAN SEDERHANA

    Saya akan coba menggambarkan bisnis ini dengan sebuah cara yang sederhana. Pertama-tama, saya ingin Anda memejamkan mata dan mencoba mengingat-ingat: pernahkah dalam suatu waktu dalam hidup Anda, Anda menjual sesuatu kepada teman Anda? Anda memiliki seorang teman dan Anda menjual ­ katakan ­ jam tangan Anda pada dia.

    Ya, mungkin tidak harus jam tangan. Anda mungkin pernah menjual sebuah baju, sebuah celana, atau sepasang sepatu. Ingat, Anda tidak memiliki bangunan untuk Anda memajang barang-barang tersebut, tapi hanya ada Anda, barang yang Anda jual, dan pembeli Anda.

    Pernah? Saya rasa hampir 90 persen Anda pernah melakukannya. Oke, sekarang apa yang Anda dapatkan dari penjualan tersebut? Yang jelas Anda akan mendapatkan keuntungan eceran, di mana Anda membeli barang tersebut dari suatu tempat entah di mana dengan harga tertentu, dan Anda menjual lagi barang itu kepada teman Anda dengan harga yang lebih tinggi.

    Sebagai contoh, Anda membeli barang dengan harga Rp 10.000, dan menjual lagi barang itu dengan harga Rp 13.000 . Selisih antara harga jual dan harga beli itulah keuntungan eceran Anda.

    Nah, itu baru dari satu barang. Sekarang bayangkan kalau Anda tidak hanya memiliki satu barang untuk dijual, tapi belasan, puluhan, ratusan, bahkan ribuan barang. Ibaratnya, Anda seperti toko serba ada, di mana apa saja yang orang butuhkan, Anda memilikinya. Yang jelas, ini berarti Anda akan memiliki bukan hanya keuntungan eceran dari satu barang saja, tapi dari banyak sekali barang yang Anda jual.


    HARUS ADA BANGUNAN?

    Kalau mau jualan, kita mesti punya semacam toko, dong. Begitu mungkin Anda berpikiri. Ternyata tidak selalu demikian. Lho, lalu bagaimana orang tahu bahwa Anda memang menjual barang-barang tersebut? Jawabannya adalah dari perkenalan. Kalau Anda dikenal oleh teman-teman Anda satu sekolah dulu bahwa Anda sering menjual jam tangan, maka setiap kali teman-teman Anda akan mencari jam tangan, mereka pasti akan datang kepada Anda. Itu karena Anda sudah dikenal sebagai penjual jam tangan. Jadi di sini, Anda tidak perlu punya bangunan untuk memajang barang-barang Anda kan? Anda hanya perlu dikenal sebagai penjual barang tersebut.

    Namun demikian, katakan saja Anda memiliki bangunan untuk memajang barang-barang jualan Anda, mungkin penjualan Anda akan meningkat. Akan tetapi sebanyak-banyaknya barang daganga, mentok-mentoknya berapa sih? Ditambah lagi, adanya bangunan mungkin membuat Anda harus memiliki waktu khusus untuk menjaga toko Anda.

    Perlu diingat pula, Anda mungkin harus membeli stok dalam jumlah yang cukup banyak karena barang-barangnya memang banyak sekali. Ini berarti, Anda harus keluar modal yang cukup besar. Jadi di sini, Anda memang akan mendapatkan keuntungan eceran. Tapi keuntungan itu baru akan Anda dapatkan kalau Anda menjual. Nah kalau Anda sakit bagaimana? Keuntungan eceran Anda mungkin akan berhenti.


    MEMBANGUN JARINGAN PEMASARAN

    Jadi, daripada Anda mengandalkan diri Anda sendiri (di mana bisa saja sewaktu-waktu Anda sakit dan terpaksa harus berhenti menjual), kenapa Anda tidak membangun jaringan orang yang melakukan persis seperti yang Anda lakukan?

    Jadi disini, apa yang Anda lakukan adalah dengan membuka sebuah jaringan pemasaran (network marketing). Di dalam jaringan tersebut terdapat belasan, puluhan, bahkan mungkin ratusan ribu orang yang melakukan penjualan persis seperti yang Anda lakukan. Masing-masing dari mereka akan mendapatkan keuntungan eceran persis seperti yang Anda dapatkan. Sehingga kalau Anda berhenti dan tidak bisa menjual, entah karena sakit atau karena apa pun, jaringan pemasaran Anda akan terus menjual dengan atau tanpa Anda.

    Kalau dilihat, bisnis ini mirip-mirip seperti bisnis waralaba. Es Teler 77 misalnya. Es Teler 77 adalah nama sebuah warung makanan dan minuman yang sangat terkenal milik pengusaha Indonesia bernama Sukyatno Nugroho. Saya tidak pernah melihat catatan keuangannya, tapi yang jelas Es Teler 77 didatangi banyak sekali pengunjung, entah untuk sekadar minum es, makan bakso, mi ayam, siomay atau apa pun itu.

    Nah, bila Es Teler 77 hanya memiliki satu tempat saja (selanjutnya kita sebut outlet), maka bila outlet itu ramai, mungkin akan makin besar keuntungan yang didapatkan oleh pemiliknya. Namun akibatnya dalam jangka panjang satu outlet tersebut harus terus-menerus buka untuk bisa terus mendapatkan pengunjung yang datang. Coba bayangkan apa yang akan terjadi bila terjadi sesuatu dan outlet tersebut terpaksa tidak bisa dibuka?

    Di sini, pemilik Es Teler 77 bisa buka cabang. Dia bisa membuka 1, 2, 10, bahkan 100 cabang. Masalahnya, seringkali buka cabang itu butuh biaya. Semakin banyak cabang yang dibuka, akan makin besar biaya yang dibutuhkan. Pemilik Es Teler 77 bisa saja menawarkan hak untuk membuka Es Teler 77 itu kepada pihak lain yang memiliki modal. Sebagai contoh, kalau Anda punya uang sejumlah minimal tertentu, Anda bisa datang ke kantor Es Teler 77, dan membeli hak untuk bisa membuka cabang Es Teler 77.

    Kalau Anda lulus tes, maka Anda akan mendapat dukungan berupa pembagian rahasia resepnya, konsep pelayanannya, desain interior yang disarankan, dan sebagainya dan sebagainya yang memang sudah terbukti berhasil menarik pengunjung. Makanya kalau Anda datang ke outlet Es Teler 77 di mana pun, pelayanannya sudah baku. Mulai dari seragam pelayannya, sampai cita rasa makanan yang disajikan.

    Lalu apa yang didapatkan oleh pemilik awal Es Teler 77 dari outlet yang Anda buka? Jawabannya ini: Anda harus membagi hasil penjualan Anda setiap tahunnya kepada pemilik awal Es Teler 77. Ini disebut royalti. Semakin banyak orang yang tertarik memiliki outlet Es Teler 77, semakin besar royalti yang masuk ke pemilik awal. Dan biasanya, jumlah outlet yang dibuka bisa lebih banyak dengan sistem waralaba daripada kalau pemilik Es Teler 77 itu membuka cabang dengan biaya sendiri. Ini juga yang terjadi pada Restoran McDonald, di mana sekarang rata-rata ada satu cabang McDonald yang buka tiap harinya di seluruh penjuru dunia, sehingga dari tahun ke tahun, royalti yang masuk ke pemilik awal McDonald bukannya mengecil tapi malah makin besar.

    Anda tak harus melakukan sendiri penjualan barang-barang dagangan Anda. Sebab, Anda dapat membuka jaringan pemasaran di mana di situ terdapat orang-orang yang melakukan persis seperti yang Anda lakukan. Bagusnya lagi, kalau jaringan pemasaran Anda sudah cukup besar, Anda tidak perlu menjual banyak-banyak. Anda cukup menjual sedikit, tapi bila tiap orang dalam jaringan Anda juga menjual sedikit, total omzet dalam jaringan pemasaran Anda sudah menjadi sangat besar. Di sini, selain keuntungan eceran, Anda juga akan mendapatkan penghasilan berupa persentase pembagian dari omzet penjualan dalam jaringan Anda. Menarik, kan?

    Bahkan, kalau jaringan pemasaran Anda sudah memenuhi syarat omzet tertentu juga, Anda bisa saja tidak perlu lagi terus menjalankan usaha ini, karena jaringan pemasaran Anda nanti yang akan memberikan penghasilan kepada Anda. Jadi, Anda hanya bekerja sebentar selama beberapa tahun dalam membangun jaringan, dan ketika jaringan itu sudah "jadi", jaringan itulah yang akan menjadi aset dan memberikan Anda penghasilan secara rutin (bahkan mungkin makin besar) dari tahun ke tahun, selama-lamanya, terlepas dari apakah Anda masih aktif atau tidak bahkan masih hidup atau tidak.

    Bahkan, penghasilan itu bisa Anda wariskan kepada anak cucu Anda kelak. Jadi di sini, fokus Anda adalah membuat jaringan, bukan melulu menjual barang.


    SESUAI WAKTU LUANG

    Dalam prakteknya, untuk bisa menjalankan bisnis jaringan pemasaran, Anda harus terdaftar di sebuah perusahaan penyedia barang dan jasa seperti yang saya ceritakan di atas tadi. Perusahaan itulah yang akan menyediakan barang dan jasa kepada Anda, untuk lalu Anda jual kepada pembeli dan pelanggan Anda.

    Untuk bergabung, Anda harus disponsori oleh seseorang yang sudah lebih dulu bergabung dalam bisnis tersebut. Dialah yang akan memperkenalkan Anda kepada barang dan jasa yang dijual oleh perusahaan, dan juga memperkenalkan bisnis ini kepada Anda.

    Pada gilirannya, ketika Anda mulai membangun jaringan dengan menceritakan bisnis ini kepada rekan-rekan Anda dan mensponsori mereka, maka seluruh garis sponsorisasi itu akan dicatat oleh perusahaan. Ini karena ketika Anda dan rekan-rekan Anda mendaftar, di formulir pendaftarannya terdapat kolom tentang siapa nama sponsornya, di mana semua ini nantinya akan dicatat oleh perusahaan dan masuk ke dalam data-data di komputernya.

    Di bisnis seperti ini, modal yang dibutuhkan umumnya tidak seberapa. Mulai dari beberapa puluh hingga ratusan ribu rupiah saja. Ini tentunya berbeda dengan bisnis-bisnis konvensional lain yang membutuhkan modal minimal sejumlah beberapa juta rupiah. Itu pun belum tentu berhasil. Karena kecilnya modal yang dibutuhkan di bisnis ini, otomatis risikonya hampir tidak ada.

    Bagaimana mengenai tempatnya? Dalam bisnis ini, Anda bisa menjalankannya di mana pun Anda berada, karena untuk menjalankan bisnis ini Anda cukup hanya bermodalkan kertas dan pena sehingga praktis Anda bisa melakukannya di mana saja. Ditambah lagi, Anda tidak perlu meninggalkan pekerjaan atau bisnis Anda sekarang, karena bisnis ini bisa Anda atur waktunya sesuai dengan waktu luang yang Anda miliki.

    Yang paling menarik, bisnis jaringan pemasaran yang baik biasanya juga memberikan Anda sebuah cara yang sudah terbukti berhasil dijalankan sebelumnya. Sehingga siapa pun dari Anda tidak perlu memiliki keahlian khusus lebih dulu dalam menjalankan bisnis ini, karena sponsor Anda akan bertindak seperti konsultan mengajarkan cara-cara tersebut kepada Anda.


    PENGHASILAN BISA BESAR

    Bagaimana dengan perolehan penghasilan? Dalam bisnis jaringan pemasaran, seseorang bisa mendapatkan potensi penghasilan yang tidak ada batasnya. Ini karena bisnis jaringan pemasaran adalah sebuah bisnis duplikasi. Sehingga bila jaringan Anda memenuhi kualifikasi tertentu, penghasilan Anda nantinya bukannya malah menurun, tapi terus meningkat karena duplikasi dalam jaringan Anda juga meningkat.

    Sebagai informasi saja, penghasilan yang bisa didapat dari bisnis ini adalah dari puluhan ribu hingga ratusan juta rupiah. Bahkan hingga miliaran rupiah. Di Amerika Serikat saja, sekitar 20 persen jutawan di sana mendapatkan penghasilan dari bisnis jaringan pemasaran.

    Kenapa seseorang bisa mendapatkan penghasilan yang begitu besar dari bisnis ini? Karena penghasilan itu dihasilkan dari penjualan barang dan jasa yang dengan cepat meningkat jumlahnya, sementara biaya pengoperasian bisnis Anda rendah saja. Perusahaan penyedia barang dan jasa Anda tidak perlu mengeluarkan uang untuk menyewa gedung, pegawai, iklan dan tempat stok barang.

    Dengan demikian, perusahaan penyedia barang dan jasa Anda bisa memberikan uang yang seharusnya digunakan untuk biaya-biaya tersebut di atas, sebagai penghasilan Anda.




    TIDAK PERLU
    KEAHLIAN KHUSUS

    Apakah Anda pernah tertarik akan suatu hal, dan menceritakan hal tersebut kepada semua orang di lingkungan Anda? Ketika Anda menonton film yang bagus, misalnya, kemudian karena Anda sangat menyukainya, Anda menceritakan film itu kepada rekan-rekan Anda sehingga mereka akhirnya juga penasaran dan ingin menyaksikannya.

    Atau Anda pernah makan di sebuah restoran yang lezat masakannya? Karena makanan disitu enak sekali, maka ketika pulang Anda menceritakan hal itu kepada keluarga Anda dan selanjutnya mengajak mereka ke sana untuk menikmati makanan itu. Saya pernah melakukannya, dan saya rasa semua orang orang pernah melakukannya. Paling tidak mereka pernah mempromosikan sesuatu yang mereka puji atau sukai. Bisa jenis makanan, bisa merek parfum tertentu, merek sepatu, barang elektronik, hingga jasa binatu sampai kursus dan sekolah.

    Kalau dipikir-pikir, pemilik bioskop tempat Anda menonton film mungkin tidak membagikan komisinya kepada Anda. Atau pemilik restoran di mana Anda datang membawa rekan-rekan Anda, juga tidak akan membagikan makanan gratis kepada Anda. Tapi toh Anda rela tidak dibayar. Di sini, Anda sebetulnya sudah melakukan kegiatan menjual atau memasarkan suatu produk jasa.

    Ini menunjukkan bahwa tiap manusia sebetulnya punya kemampuan menjual. Hanya saja, mereka sering tidak menyadarinya. Nah, ketimbang kemampuan Anda ini tidak menghasilkan apa-apa, kenapa tidak Anda manfaatkan agar menghasilkan sesuatu bagi Anda?

    MANFAAT EKONOMIS BERHENTI MEROKOK

    Sebagian dari Anda, pasti ada yang perokok. Ada yang perokok berat, ada pula perokok ringan. Saya rasa Anda sudah pernah mendengar bahwa merokok itu berbahaya bagi kesehatan. Hal itu malah ditulis jelas di bungkus rokok yang Anda beli. Tapi mungkin Anda tidak pernah menghiraukan, karena bagi sebagian orang rokok boleh jadi merupakan bagian kenikmatan hidup. Banyak orang yang merasa belum bisa berpikir kalau belum merokok. Malah ada yang tidak bisa bekerja kalau belum merokok. Kalau tidak, kepala bisa pening, begitu alasan mereka.

    Topik artikel kali ini adalah apa manfaat ekonomis yang akan Anda dapatkan bila Anda berhenti merokok. Tenang saja, saya bukan anggota dari organisasi kesehatan yang selalu menggembar-gemborkan ruginya merokok bagi kesehatan. Saya hanya ingin menunjukkan apa manfaat ekonomis bila Anda berhenti merokok, walaupun nanti saya selipkan juga beberapa pesan kesehatan.


    DITABUNG LEBIH MENGUNTUNGKAN

    Misalkan saja Anda menghabiskan Rp 3.500 sehari untuk membeli sebungkus rokok kretek filter lokal. Ini berarti, dalam sebulan Anda membelanjakan Rp 105 ribu untuk rokok, sehingga dalam setahun, pengeluaran Anda untuk rokok mencapai Rp 1.260.000.

    Sekarang kita hitung, berapa jumlah uang yang Anda keluarkan selama hidup Anda bila Anda terus merokok. Kalau pada saat ini berumur 30, maka bila Anda terus merokok sampai umur 50, Anda berarti menghisap rokok secara terus menerus selama 20 tahun. Bila dihitung, pengeluaran Anda untuk rokok adalah: Rp 1.260.000 x 20 tahun = Rp 25.200.000

    Itu pun dengan asumsi bahwa harga rokok selalu konstan dan tidak pernah naik. Tentunya hal itu tidak mungkin terjadi. Harga rokok pasti naik setiap tahun. Kalau setiap tahun harga rokok naik sebesar 10 persen saja, maka dalam 20 tahun, bila dihitung-hitung, jumlah uang yang Anda belanjakan untuk rokok bisa mencapai lebih dari Rp 72 juta!

    Sekarang, apa yang terjadi bila Anda berhenti merokok dan menabungkan saja uang jatah rokok tersebut? Kalau misalnya Anda menginvestasikan Rp 105 ribu per bulan tadi ke tabungan di bank yang memberikan bunga 10 persen per tahun, maka setelah 20 tahun (240 bulan), saldo tabungan Anda akan lebih dari Rp 80 juta!

    Itu dengan asumsi suku bunga 10 persen. Kalau uang itu Anda in-vestasikan pada produk investasi yang memberikan 15 persen per tahun, maka saldo Anda akan menjadi Rp 159 juta lebih. Pada saat ini, sudah ada, kok, beberapa produk investasi yang bisa memberikan hasil sekitar 15 persen per tahun.

    Perhitungan di atas dilakukan dengan asumsi bahwa Anda menabungkan jumlah uang yang sama setiap bulan selama 20 tahun itu. Tapi dengan harga rokok yang terus naik, Anda tentunya tidak akan menabungkan jumlah uang yang sama dari tahun ke tahun bukan?

    Tentunya jumlah yang Anda tabungkan akan terus naik setiap tahunnya. Bayangkan berapa saldo uang yang Anda miliki nanti, yang mungkin bisa Anda wariskan ke anak cucu Anda.


    RUGI BIAYA KESEHATAN

    Tidak hanya itu. Bila Anda merokok, selain Anda kehilangan uang, Anda juga harus membayar biaya kesehatan yang cukup besar. Ini karena rokok bisa menyebabkan Anda terkena penyakit radang paru-paru, yang biasanya baru akan terasa ketika Anda berumur sekitar 50 - 60 tahun di mana daya tahan Anda sudah jauh lebih rendah dibanding ketika Anda masih berumur 30-an.

    Penyakit paru-paru ini tergolong kritis, di mana uang untuk bisa membiayai penyakit kritis biasanya mahal sekali. Jumlahnya bisa belasan bahkan puluhan juta rupiah.

    Belum lagi kalau Anda dirawat inap. Pada saat ini, ongkos menginap di RS adalah sekitar Rp 200 ribu per hari. Bila Anda dirawat inap selama 10 hari saja, Anda sudah akan menghabiskan sekitar Rp 2 juta hanya untuk membayar RS. Bila radang paru-paru Anda cukup kronis, Anda akan dirawat dalam waktu yang mungkin sangat lama di RS, sehingga biaya yang harus Anda bayar untuk RS bisa menjadi sangat besar.

    Merokok memang nikmat, Pembaca. Tapi akibatnya Anda seperti membakar uang setiap hari dan membunuh diri Anda pelan-pelan. Ketika Anda tua dan daya tahan Anda sudah akan menurun, penyakit Anda biasanya sudah pasti akan muncul, sehingga makin banyak uang yang harus Anda keluarkan lagi nantinya.

    Bila memang demikian, kenapa Anda tidak memutuskan untuk berhenti merokok, dan menginvestasikan saja uang tersebut secara rutin? Ketika anak Anda besar, Anda mungkin bisa mewariskan saja uang itu kepadanya. Selain itu, hidup tanpa rokok akan membuat umur Anda lebih panjang, dibanding bila Anda merokok, yang biasanya akan "mengurangi" umur. Seperti kata orang: "Untuk tiap batang rokok yang diisap, umur manusia berkurang sebanyak satu hari." Itu berarti, makin sedikit pula waktu "sehat" yang bisa Anda gunakan bersama keluarga Anda.

    Terkadang untuk mengambil keputusan yang menguntungkan, ada pengorbanan yang harus Anda lakukan. Dalam hal ini, yang Anda korbankan mungkin adalah kenikmatan Anda merokok. Tapi apa yang akan Anda dapatkan ketika berhenti merokok adalah tubuh yang lebih sehat, dan uang yang lebih banyak. Terserah, Anda mau pilih yang mana?

    * * *

    Perhitungan di atas tadi menggunakan asumsi rokok kretek filter seharga Rp 3.500. Beberapa dari Anda mungkin merokok sebungkus rokok putih impor setiap harinya. Rokok seperti ini, harganya berkisar sekitar Rp 5.000 perbungkusnya. Dengan asumsi bahwa Anda menghabiskan sebungkus sehari, maka dalam sebulan Anda akan menghabiskan Rp 150 ribu, dan dalam setahun Anda akan menghabiskan Rp 1,8 juta.

    Dengan asumsi bahwa harga rokok tersebut naik terus 10 persen setiap tahun, maka pengeluaran Anda untuk rokok selama 20 tahun menjadi Rp 85,9 juta. Tapi bila uang itu diinvestasikan pada produk investasi yang memberikan bunga 10 persen per tahun, maka pada akhir tahun ke-20 Anda akan memiliki dana investasi sebesar Rp 114,8 juta. Jika memakai asumsi bunga 15 persen per tahun, maka saldo dana investasi Anda menjadi Rp 227,3 juta.

    Satu hal lagi yang perlu Anda ketahui, bila Anda adalah seorang perokok maka premi yang harus Anda bayar untuk asuransi bisa lebih mahal sekitar 10-20 persen dibanding rekan-rekan Anda yang tidak merokok. Kenapa? Ini karena seorang perokok memiliki risiko kematian yang lebih besar dibanding mereka yang tidak merokok. Jadi, secara ekonomis, tidak merokok jauh lebih bermanfaat daripada merokok.

    * * *

    Perhitungan di atas tadi menggunakan asumsi rokok kretek filter seharga Rp 3.500. Beberapa dari Anda mungkin merokok sebungkus rokok putih impor setiap harinya. Rokok seperti ini, harganya berkisar sekitar Rp 5.000 per- bungkusnya. Dengan asumsi bahwa Anda menghabiskan sebungkus sehari, maka dalam sebulan Anda akan menghabiskan Rp 150 ribu, dan dalam setahun Anda akan menghabiskan Rp 1,8 juta.

    Dengan asumsi bahwa harga rokok tersebut naik terus 10 persen setiap tahun, maka pengeluaran Anda untuk rokok selama 20 tahun menjadi Rp 85,9 juta. Tapi bila uang itu diinvestasikan pada produk investasi yang memberikan bunga 10 persen per tahun, maka pada akhir tahun ke-20 Anda akan memiliki dana investasi sebesar Rp 114,8 juta. Jika memakai asumsi bunga 15 persen per tahun, maka saldo dana investasi Anda menjadi Rp 227,3 juta.

    Satu hal lagi yang perlu Anda ketahui, bila Anda adalah seorang perokok maka premi yang harus Anda bayar untuk asuransi bisa lebih mahal sekitar 10-20 persen dibanding rekan-rekan Anda yang tidak merokok. Kenapa? Ini karena seorang perokok memiliki risiko kematian yang lebih besar dibanding mereka yang tidak merokok. Jadi, secara ekonomis, tidak merokok jauh lebih bermanfaat daripada merokok.

    PERLUKAH ISTRI ANDA BEKERJA?

    Banyak sekali pria yang merasa keberatan bila istrinya bekerja. Alasannya bisa bermacam-macam. Seringkali alasan tersebut memang 'bisa diterima', tetapi seringkali alasan tersebut bersifat psikologis yang seringkali sulit diterima oleh akal sehat.

    Tulisan ini lebih dikhususkan kepada pria (terutama pasangan muda), walaupun tidak apa-apa bila wanita juga ikut membaca. Pertanyaan saya untuk Anda - para suami - yaitu apakah Anda adalah salah satu dari suami yang keberatan bila istri Anda bekerja? Bila ya, apakah alasan Anda memang bisa diterima oleh akal sehat? Atau apakah alasan-alasan Anda tersebut bersifat psikologis? Atau yang lebih parah lagi, apakah alasan Anda tersebut terkesan mengada-ada?

    Saya tidak tahu apa yang ada di pikiran Anda - para suami. Tulisan ini tidak saya buat untuk menyinggung alasan-alasan Anda, tetapi lebih kepada apa untung ruginya bila istri Anda bekerja. Saya akan berusaha untuk bersikap netral disini.

    Bertambahnya Penghasilan Keuntungan pertama sudah jelas, bahwa dengan istri Anda bekerja, penghasilan dalam keluarga Anda jelas akan bertambah. Bagi banyak keluarga yang lain, banyak istri yang bekerja juga ikut andil dalam membayar pengeluaran-pengeluaran keluarga. Mungkin suami meng-cover 50%, si istri juga 50%. Tetapi banyak juga istri (bekerja) yang lain, yang tidak ikut meng-cover pengeluaran keluarga. Artinya, uang suami adalah uang istri, tetapi sebaliknya uang istri bukan uang suami dan hanya menjadi milik istrinya sendiri.

    Tetapi bagi banyak keluarga, alasan bekerja dari sang istri mungkin karena selama ini si istri merasa tidak enak terus menerus 'dijatah' dari suami, sehingga ia merasa lebih leluasa bila 'uang sakunya' didapat dari penghasilannya sendiri karena ia bekerja.


    Apa yang Sebetulnya Terjadi?

    Mari kita kembali kepada dasar-dasar dalam berkeluarga. Kodrat dari Tuhan kepada manusia yang tetap ada dari dulu hingga sekarang, adalah wanita yang mengandung, sedangkan pria yang keluar mencari nafkah.

    Ketika belum menikah, mungkin saja si pria dan si wanita sama-sama bekerja. Lalu disusullah dengan pernikahan. Ketika si istri mengandung, maka bila sebelumnya si istri bekerja, si istri biasanya akan minta berhenti atau cuti dari pekerjaannya. Setelah melahirkan dan umur si anak sudah mencapai beberapa bulan atau beberapa tahun - dimana si anak dianggap sudah bisa ditinggal - sering muncul dilema dari si istri apakah ia perlu kembali bekerja atau tidak. Alasan untuk kembali bekerja bermacam-macam. Mungkin si istri rindu akan suasana ramai di kantor. Mungkin dia juga ingin mencari kegiatan di luar rumah yang bisa dilakukan setiap hari. Atau mungkin saja dia ingin mencari suasana baru yang bisa menyegarkan hatinya setelah merawat anak beberapa bulan atau beberapa tahun lamanya.

    Tetapi, keinginan untuk kembali bekerja kadang-kadang muncul dari alasan ekonomi. Dua penghasilan mungkin dianggap lebih baik daripada satu penghasilan. Nah, keluarga yang hanya memiliki satu penghasilan saja biasanya akan memiliki jumlah Biaya Hidup yang lebih kecil dibanding apabila keluarga tersebut memiliki dua penghasilan. Uang yang bisa ditabung biasanya juga lebih kecil. Ini masuk akal: makin besar penghasilan, biasanya akan makin besar pula Biaya Hidupnya. Tetapi keuntungannya, dengan hanya satu orang yang bekerja, pihak yang satu lagi (biasanya si istri) bisa tinggal di rumah untuk menyaksikan anak-anaknya tumbuh.

    Keluarga yang memiliki dua penghasilan - tentu saja - akan memiliki jumlah pendapatan yang lebih besar. Tetapi konsekuensinya akan lebih banyak hal baru yang harus dipikirkan oleh orang tua tersebut, seperti masalah baby sitter atau masalah-masalah lain yang akan sering muncul karena meninggalkan anak di rumah, sehingga disini, Biaya Hidup biasanya akan menjadi lebih besar.

    Suami istri tentu punya sejumlah alasan untuk lebih memilih memiliki dua penghasilan daripada satu penghasilan. Tetapi satu hal yang harus disadari adalah: apakah dengan sama-sama bekerja akan menjawab permasalahan keuangan yang muncul?

    Ketika Anda sedang berpikir untuk menjawab apakah Anda berdua perlu memiliki dua penghasilan atau tidak, pusatkan perhatian Anda untuk menjawab pertanyaan tentang berapa yang akan Anda hasilkan berdua secara bersih setelah dikurangi Biaya Hidup keluarga Anda dan Tabungan rutin. Setelah itu, lihat apakah jumlah tersebut memuaskan atau tidak. Lalu lihat lagi apakah jumlah tersebut sebanding dengan hal-hal non material yang dikorbankan, seperti waktu yang hilang bersama anak, kemudahan dalam merawat anak (Anda berdua tidak perlu lagi punya pengasuh), dan seterusnya dan seterusnya.

    Untuk bisa menentukan apakah kedua dari Anda perlu sama-sama bekerja atau tidak, mari kita melihatnya dari dua faktor: Faktor ekonomi dan faktor non ekonomi.


    FAKTOR EKONOMI

    Ditinjau dari faktor ekonomi, bila kedua dari Anda bekerja, maka ada komponen-komponen Biaya Hidup yang akan meningkat secara drastis, dan ada juga komponen-komponen Biaya Hidup baru yang akan muncul, dibanding apabila Anda berdua hanya memiliki satu penghasilan.

    1. Perawatan anak. Sudah jelas, bila kedua dari Anda bekerja di luar, Anda tentu tak ingin meninggalkan anak Anda sendirian di rumah. Anda memerlukan seorang pengasuh anak, dan Anda harus membayar gajinya setiap bulan. Besar kecil gaji tersebut tergantung pada dimana Anda tinggal. Bila Anda tinggal di Jakarta, maka gaji yang harus Anda bayar tentu saja akan lebih besar dibanding apabila Anda tinggal di luar Jakarta yang memiliki Biaya Hidup yang lebih rendah.

    2. Hiburan dan mainan anak. Dengan anak yang berada sendirian tanpa Anda di rumah (kecuali dengan pengasuh), membuat Anda harus lebih banyak memberikannya hiburan dan membelikannya mainan agar ia tak bosan dengan kesendiriannya. Makan di luar. Dengan lebih sedikitnya waktu untuk memasak, Anda berdua juga akan lebih sering makan di luar, entah itu siang atau malam, dengan atau tanpa anak. Keberadaan pembantu rumah tangga tidak bisa selalu dijadikan patokan bahwa Anda akan lebih sering makan di rumah bersama anak Anda bila malam. Sedikit banyak, dengan kedua dari Anda bekerja, Anda pasti akan lebih sering makan di luar daripada kalau salah satu dari Anda tinggal di rumah. Terutama pada jam makan siang. Dan makan di luar, tentu saja, lebih mahal daripada bila Anda berbelanja sendiri, memasak dan makan di rumah.

    3. Transportasi pulang pergi dari rumah ke tempat kerja. Kalau tadinya hanya si suami yang mengeluarkan biaya untuk transportasi, sekarang dengan si istri yang juga ikut bekerja, si istri juga harus mengeluarkan biaya transportasi.

    4. Hal-hal lain yang berkaitan dengan pekerjaan. Si istri juga harus mengeluarkan uang untuk membeli busana kerja yang baru, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pekerjaannya.

    Jangan sekali-sekali Anda meremehkan biaya-biaya tersebut di atas. Sebelum si istri mengambil keputusan untuk bekerja atau tidak, cobalah menghitung biaya-biaya tersebut dengan hati-hati di atas kertas, dan bandingkan dengan apabila si istri tetap berada di rumah.


    Kunci untuk Menentukan Apakah Kedua Dari Anda Perlu Bekerja atau Tidak

    Dari segi ekonomi, ada satu kunci untuk menentukan apakah istri Anda perlu sama-sama bekerja atau tidak. Tulis semua penghasilan keluarga pada saat ini, lalu kurangkan dengan jumlah pengeluaran keluarga. Kemudian bandingkan penghasilan dan pengeluaran tersebut sekarang apabila istri Anda juga bekerja. Lalu, bandingkan sisanya.

    1. Kalau misalnya setelah di-hitung, sisa uang Anda berdua yang bekerja lebih besar daripada bila hanya satu orang yang bekerja, maka - dilihat dari sudut ekonomi - akan lebih baik bila kedua dari Anda bekerja.

    2. Tetapi bila yang terjadi sebaliknya, dimana sisa uang Anda berdua yang bekerja lebih kecil daripada bila hanya satu orang yang bekerja, maka - dilihat dari sudut ekonomi - akan lebih baik bila hanya satu orang saja dari Anda berdua yang bekerja.


    FAKTOR NON EKONOMI

    Kadang-kadang, keputusan untuk memiliki dua penghasilan tidak selalu didasarkan pada alasan ekonomi. Di Indonesia dan di banyak negara lain, Biaya Hidup keluarga biasanya ditanggung oleh pria - dalam hal ini suami. Ini membuat pasangannya - si istri - muncul keinginannya untuk bekerja dengan tidak mendasarkannya pada kebutuhan untuk mendapatkan materi, tetapi - mungkin - untuk mengisi waktu, untuk kesenangan, atau hal-hal lain di luar faktor ekonomi.

    Bila memang demikian, boleh-boleh saja. Mungkin saja pekerjaan si istri memberikan kepuasan batin baginya. Mungkin saja pekerjaan tersebut membuat intelektualitas istri Anda tergali. Mungkin saja istri Anda bekerja hanya karena ingin bersosialisasi, mengisi waktu, atau karena pekerjaan itu sangat menyenangkan. Bila memang alasan-alasan ini yang muncul, maka bisa saja faktor ekonomi dinomorduakan.


    BEKERJA TANPA MENINGGALKAN ANAK

    Bila si suami bekerja dan si istri tidak bekerja padahal ia ingin juga bekerja tanpa meninggalkan anak, cobalah untuk bekerja di rumah. Sekarang, banyak sekali usaha yang bisa dijalankan dari rumah. Jangan khawatir bahwa orang yang bekerja di rumah tidak bisa mendapatkan penghasilan sebesar orang yang bekerja di luar rumah. Jenis usaha apapun bisa memberikan penghasilan yang besar, walaupun usaha itu dijalankan dari rumah sekalipun.


    Penutup

    Bagi Anda para suami yang selama ini keberatan bila istri Anda bekerja, coba pikirkan lagi apa alasan keberatan Anda tersebut. Pertimbangkan alasan tersebut dari segi ekonomi dan non ekonomi. Kalau memang alasan Anda tersebut adalah non ekonomi, pikirkan lagi apakah alasan tersebut memang bisa diterima akal sehat atau tidak. Kalau memang alasan non ekonomi tersebut memang bisa diterima akal sehat, mungkin memang sudah seharusnya istri Anda tidak bekerja. Tetapi kalau alasan non ekonomi tersebut 'sulit' diterima akal sehat atau malah terkesan mengada-ada, maka pikirkan lagi alasan Anda tersebut. Saran saya untuk Anda para suami : pertimbangkan alasan Anda secara obyektif, dan berikan keputusan yang terbaik untuk istri Anda.

    TIGA CARA MENDAPATKAN UANG

    Ada tiga cara untuk bisa mendapatkan uang:
    1. Bekerja. Anda bisa mendapatkan uang dengan cara bekerja, baik itu bekerja pada orang lain, ataupun membuka usaha sendiri. Dengan bekerja pada orang lain, maka uang yang biasanya Anda dapatkan adalah dalam bentuk gaji. Dengan membuka usaha sendiri, maka uang yang Anda dapatkan biasanya bisa lebih besar daripada apabila Anda bekerja pada orang lain.
    2. Warisan/hadiah/pemberian. Cara berikutnya untuk bisa mendapatkan uang adalah dengan mewarisinya dari seseorang, seperti dari orangtua atau pasangan Anda. Selain itu, uang juga bisa Anda dapatkan dari orang lain dalam bentuk hadiah atau pemberian.
    3. Melakukan Investasi. Cara ketiga untuk bisa mendapatkan uang adalah dengan cara menginvestasikan uang yang sudah Anda miliki pada saat ini. Bila Anda melakukan investasi dengan membuka deposito, maka Anda akan mendapatkan uang dalam bentuk bunga deposito. Kalau Anda membeli saham pada harga tertentu dan menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi, maka Anda akan mendapatkan uang dari selisih harga jual dan harga belinya.
    info lowongan kerja terbaru - kerja di rumah